Yudusium

Yudusium
Peserta Yudisium

Senin, 13 Juni 2011

IKLIM ORGANISASI Konsep, Teori, dan Strategi Menciptakan Iklim yang Kondusif Di Lembaga Pendidikan


IKLIM ORGANISASI
Konsep, Teori, dan Strategi Menciptakan Iklim yang Kondusif Di Lembaga Pendidikan
Hasnan Fauzan, S.Pd.I

A. Pendahuluan
Iklim organisasi merupakan hal yang sangat perlu menjadi perhatian bagi seorang pemimpin organisasi, karena faktor tersebut dapat mempengaruhi keefektivitasan kinerja karyawannya. Telah banyak usaha yang dilakukan untuk menerangkan dan menentukan tempat konsepsi ini dalam teori organisasi.
            Sementara itu organisasi yang muncul dari kelahirannya dengan ukuran yang masih sangat kecil dan kemudian berkembang menjadi besar pasti banyak mengalami rintangan yang harus dihadapi. Misalnya seperti banyaknya permasalahan dalam organisasi tersebut. Hal ini juga dapat terjadi pada sebuah lembaga pendidikan yang tentunya juga merupakan sebuah organisasi.
            Oleh karena itu penting bagi kita untuk mengetahui apa konsep dan teori dari iklim organisasi serta bagaimana strategi menciptakan iklim yang kondusif dalam organisasi, sehingga kinerja guru, karyawan atau staf yang bertugas di lembaga pendidikan pada umumnya serta sekolah secara khusus dapat menjadi lebih baik. Makalah ini akan membahas tentang hal tersebut.
B. Pengertian Organisasi
Pengertian organisasi menurut berbagai para ahli antara lain disebutkan oleh:
1. James D. Mooney (1974), Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama.
2. Ralp Currier Davis (1951), Organisasi adalah sesuatu kelompok orang-orang yang sedang bekerja ke arah  tujuan bersama di bawah kepemimpinan.
3. Daniel E. Griffths (1959), Organisasi adalah seluruh orang-orang yang melaksanakan fungsi-fungsi yang berbeda tetapi saling berhubungan dengan yang dikoordinasikan agar sebuah tugas dapat diselesaikan.
            Dengan demikian diantara ketiga macam pandangan tentang pengertian organisasi, pandangan yang tepat adalah yang menganggap organisasi sebagai suatu sistem kerjasama, sistem hubungan, sistem sosial. Guna memudahkan penangkapan pengertian, dapatlah kiranya disusun suatu definisi organisasi secara sederhana dan dapat diterapkan dalam praktek sebagai berikut :
“ Organisasi adalah suatu sistem yang saling mempengaruhi antar orang dalam kelompok yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu “.
            Dari definisi sederhana ini dapat ditemukan adanya berbagai faktor yang dapat menimbulkan organisasi, yaitu orang-orang, kerjasama, dan tujuan tertentu. Berbagai faktor tersebut tidak dapat saling lepas berdiri sendiri, melainkan saling kait merupakan suatu kebulatan. Maka dalam pengertian organisasi digunakan sebutan sistem yang berarti kebulatan dari berbagai faktor yang terikat oleh berbagai asas tertentu.[1]
C. Konsep Iklim Organisasi
Konsep iklim organisasi menurut para ahli antara lain disebutkan sebagai berikut:
1.      Robert G. Owens mendefinisikan iklim organisasi sebagai studi persepsi individu mengenai berbagai aspek lingkungan organisasinya.
2.      Keith Davis mengemukakan pengertian iklim organisasi sebagai ”The human environment within an organization’s employees do their work”. Pernyataan Davis tersebut mengandung arti bahwa iklim organisasi itu adalah yang menyangkut semua lingkungan yang ada atau yang dihadapi oleh manusia di dalam suatu organisasi tempat mereka melaksanakan pekerjaannya.
3.      James L. Gibson dkk. Mengemukakan pengertian iklim organisasi sebagai ”Climate is  a set of properties of the work environment perceived directly or indirectly by the employees who work in this environment and is assumed to be a major force in influencing their behavior on the job”. Gibson mengatakan bahwa iklim merupakan satu set perlengkapan dari suatu lingkungan kerja yang dirasakan secara langsung atau tidak langsung oleh karyawan yang bekerja di lingkungan ini dan beranggapan akan menjadi kekuatan utama yang mempengaruhi tingkah laku mereka dalam bekerja.
4.      B. H Gilmer seperti dikutip Wayne K. Hoy yang menyebutkan bahwa iklim organisasi merupakan karakteristik yang membedakan satu organisasi dengan organisasi lainnya dan mempengaruhi orang-orang dalam organisasi tersebut.
5.      Steers menyebutkan bahwa iklim organisasi dapat dipandang sebagai kepribadian organisasi yang dicerminkan oleh anggota-anggotanya. Lebih lanjut Steers mengatakan bahwa iklim organisasi tertentu adalah iklim yang dilihat pekerjanya, tidak selalu iklim yang sebenarnya dan iklim yang muncul dalam organisasi merupakan faktor pokok yang menentukan perilaku pekerja.[2]  
6.      Menurut Newstrom & Davis (1996: 21), iklim organisasi adalah lingkungan manusia yang di dalamnya para pegawai suatu organisasi melakukan pekerjaaan mereka. Dari pengertian ini tampak bahwa iklim organisasi menyangkut semua  lingkungan yang ada  atau yang dihadapi oleh pegawai yang berada dalam suatu organisasi yang mempengaruhi pegawai dalam melaksanakan tugas-tugas keorganisasiannya.
7.      Lunenburg & Ornstein (1991: 74) mengemukakan bahwa Organization climate is the total environmental quality within an organization It refer to the environment within a school department, a school building, or school district. Organizational climate can be expressed by such adjectives as open, bustling, warm, easy going, informal, cold, impersonal, hostile, rigid, and closed. tampak bahwa iklim organisasi ialah suatu kualitas lingkungan total dalam suatu organisasi yang ditunjukkan dengan bermacam-macam sifat antara lain: terbuka, sibuk, hangat, santai, informal, dingin, impersonal, bermusuhan, kaku, dan tertutup.
8.      Tagiuri dan Litwin (dalam Wirawan, 2007: 121) mendefinisikan iklim organisasi sebagai "...a relatively enduring quality of the internal environment of an organization that (a) is experienced by its members, (b) influences their behavior, and can be described in terms of the values of a particular set of characteristics (or attributes) of the organization."  Menurut Tagiuri dan Litwin, iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi; memengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian satu set karakteristik atau sifat organisasi.
9.      Menurut Owen (dalam Wirawan, 2007: 122), iklim organisasi adalah "...study of perceptions that individuals have of various aspects of the environment in the organization" (studi persepsi individu mengenai berbagai aspek lingkungan organisasinya).
10.  Stringer (dalam Wirawan, 2007: 122) mendefinisikan iklim organisasi sebagai "...collection and pattern of environmental determinant of aroused motivation" (koleksi dan pola lingkungan yang menentukan munculnya motivasi).[3]
Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Iklim organisasi merupakan keadaan mengenai karakteristik yang terjadi di lingkungan kerja yang dianggap mempengaruhi perilaku orang-orang yang berada dalam lingkungan organisasi tersebut.
D. Teori Iklim Organisasi
Beberapa Teori mengenai iklim organisasi yang dikemukakan antara lain:
1.      Abdul aziz wahab membagi iklim organisasi menjadi beberapa macam, (1) Iklim organisasi terbuka, iklim organisasi semacam ini ditandai dengan seorang manajar dan anggota organisasi yang bersikap jujur dan terbuka. Seluruh anggota organisasi saling menghargai satu dengan lainnya. (2) Iklim Organisasi Mengikat, iklim semacam ini memiliki beberapa unsur yang diantaranya anggota organisasi berlaku professional tetapi kebalikannya top manajernya berlauku kurang professional (3) iklim organisasi tidak mengikat, iklim ini yang lebih menonjol dalam aktivitas oraganisasinya didukung oleh manajer, perhatian, fleksibel, tetapi kebalikannya anggota berlaku kurang professional (4) iklim organisasi tertutup, hal ini ditandai misalnya kepala sekolah yang tidak mendukung terhadap aktivitas anggota organisasi, alih-alih malah menghambat kemajuan organisasi, serta anggota organisasi aktivitasnya tidak jauh berbeda dengan pemimpinnya.[4]
2.      Davis menyebutkan bahwa iklim organisasi dapat berada di salah satu tempat pada kontinum yang bergerak dari yang menyenangkan ke yang netral sampai dengan yang tidak menyenangkan. Majikan dan karyawan menginginkan iklim yang lebih menyenangkan karena maslahatnya, seperti kinerja yang lebih baik dan kepuasan kerja. Unsur-unsur yang mengkontribusi terciptanya iklim yang menyenangkan adalah: (1) kualitas kepemimpinan, (2) kadar kepercayaan, (3) komunikasi, ke atas dan ke bawah, (4) perasaan melakukan pekerjaan yang bermanfaat, (5) tanggung jawab, (6) imbalan yang adil, (7) tekanan pekerjaan yang nalar, (8) kesempatan, (9) pengendalian, struktur, dan birokrasi yang nalar, dan (10) keterlibatan pegawai, partisipasi.[5]
3.      Halpin and Croft menyatakan berdasarkan anggapan bahwa iklim organisasi merupakan persepsi dari anggotanya, maka ada beberapa faktor yang membentuk iklim organisasi, yaitu : keterpisahan, rintangan, keakraban, kejauhan, tekanan pada hasil, dorongan (motifasi) dan semangat.
4.      Likert dimana Likert teori yang disebut Likert’s Management System Theory. Dari sistem tersebut Likert mengungkapkan bahwa ada empat sistem manajemen yang membentuk iklim organisasi, yaitu :
a.     Sistem exploitative-authoritative (sistem penguasa pemeras)
Sistem ini menunjukkan bahwa pemimpin bersifat sangat otokrasi, sedikit kepercayaan terhadap bawahan dan bersifat paternalistik. Bawahan diberi motivasi dengan cara ditakut-takuti dan memberi hukuman. Sistem komunikasi cenderung berbentuk komunikasi ke bawah.
b.    Sistem benevolent-authoritative (sistem penguasa pemurah)
Dalam sistem manajemen ini, pemimpin memiliki kepercayaan yang terselubung dengan bawahan. Motivasi terhadap bawahan dengan cara diberi hadiah, menakuti-nakuti, dan pemberian hukuman. Pemimpin sudah memperbolehkan komunikasi ke atas (up-ward communication), mendengarkan pendapat bawahan, serta melimpahkan wewenang pengambilan keputusan.
c.     Sistem consultative (sistem penasehat)
Pemimpin sedikit memiliki kepercayaan terhadap bawahan terutama jika membutuhkan informasi atau ide. Pemberian motivasi kepada bawahan dilakukan dalam bentuk penghargaan atau hukuman. Komunikasinya berpola ke atas dan ke bawah.
d.    Sistem participative-group (sistem kelompok partisipasi)
      Pemimpin memiliki kepercayaan yang cukup besar terhadap bawahan. Setiap pemecahan masalah melibatkan ide-ide bawahan secara konstruktif. Pola komunikasi yang digunakan berpola ke atas, ke bawah dan horizontal.[6]

E. Iklim Organisasi di Sekolah
Dalam konteks sekolah Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel mendefinisikan iklim organisasi sekolah sebagai kualitas dari lingkungan sekolah yang terus-menerus dialami oleh guru-guru, mempengaruhi tingkah laku mereka dan berdasar pada persepsi kolektif tingkah laku mereka. Di samping itu Wayne menyebutkan bahwa “Organizational climate is a broad concept that denotes members shared perceptions of tone or character of workplace; it is a set of internal characteristics that disitnguishes one school from another and influences the behavior of people in scholls.” Iklim organisasi merupakan konsep yang luas yang diketahui anggota mengenai persepsi berbagi terhadap sifat atau karakter tempat kerja; ini merupakan karakteristik internal yang membedakan satu sekolah dengan sekolah yang lainnya dan mempengaruhi orang-orang yang ada di sekolah.
Sementara Sergiovanni dan Starratt mendefinisikan iklim organisasi sekolah sebagai karakteristik yang ada, yang menggambarkan ciri-ciri psikologis dari suatu sekolah tertentu, yang membedakan suatu sekolah dari sekolah yang lain, mempengaruhi tingkah laku guru dan peserta didik dan merupakan perasaan psikologis yang dimiliki guru dan peserta didik di sekolah tertentu. Iklim sekolah merupakan karakteristik dari keseluruhan lingkungan pada suatu bangunan sekolah.[7]
Selaras dengan pengembangan iklim organisasi, iklim sekolah yang positif merupakan suatu kondisi dimana keadaan sekolah dan lingkungannya dalam keadaan aman, damai, dan menyenangkan untuk kegiatan belajar mengajar. Sergiovanni dalam Moedjiarto (2002) berpendapat bahwa iklim secara umum diciptakan, dibentuk dan disalurkan sebagai hasil dari suatu kepemimpinan interpersonal yang efektif oleh pimpinan sekolah. Pada hakekatnya iklim bersifat interpersonal dan dimanifestasikan dalam sikap dan perilaku guru, siswa dan pimpinan sekolah dalam kegiatan kerjanya. Selain itu, iklim merupakan energi yang terdapat di dalam organisasi yang dapat memberikan pengaruhnya terhadap sekolah, tergantung bagaimana energi tersebut di salurkan dan diarahkan oleh pimpinan sekolah. Semakin baik energi yang disalurkan dan diarahkan maka semakin baik pula pengaruhnya terhadap sekolah.
Sehubungan dengan iklim sekolah yang positif ini, Frederick (1987) mengutarakan, bahwa sekolah merupakan tempat yang tenang dan terjamin untuk bekerja dan belajar. Fasilitas fisik selalu dijaga kebersihannya, kerusakan-kerusakan kecil secepatnya mendapatkan perbaikan. Di sekolah terdapat bukti yang nyata adanya moral dan semangat belajar yang tinggi, didepan guru dan siswa menunjukan rasa bangga-nya terhadap sekolah, suasana kelas dan sekolah sangat kondusif untuk belajar.
Moedjiarto (2002) mengemukakan bahwa iklim sekolah yang positif, menunjukan adanya rasa kekeluargaan yang kuat antara civitas sekolah yaitu pimpinan sekolah, guru, karyawan, siswa dan orang tua. Rasa kebersamaan itu demikian kuatnya sehingga satu sama lain merasa wajib saling memberikan bantuan. Snyder dalam Moedjiarto (2002) mengemukakan bahwa hubungan kerja diantara dan didalam kelompok guru, siswa dan orang tua memberikan kejelasan tentang iklim kerja yang terdapat di sekolah. Personel di sekolah yang efektif, bekerja sama dalam banyak cara, baik yang formal maupun yang tidak.[8]

F. Strategi Menciptakan Iklim Yang Kondusif Di Lembaga Pendidikan
Seorang peneliti terkenal, Theresa Amabile menarik kesimpulan dari riset yang selama 22 tahun dilakukannya tentang kondisi yang memungkinkan seseorang untuk memunculkan kreativitas dalam organisasi. Kreativitas akan muncul apabila tiga komponen utama dimiliki secara bersamaan: expertise, creative thinking skills dan motivation.
Expertise yang dimaksudkan disini adalah informasi-informasi penting yang dimiliki oleh seseorang yang berupa fakta. Semakin banyak fakta yang diketahui maka akan semakin banyak potensi ide yang dapat dikembangkan menjadi sebuah inovasi. Creative thinking skills merujuk pada seberapa fleksibel dan imajinatif seorang individu dalam mencari pendekatan yang paling efektif untuk menyelesaikan masalahnya. Jika seseorang semakin giat menggali berbagai alternative solusi yang mungkin digunakan untuk memecahkan masalahnya maka semakin besar potensinya untuk menjadi pribadi yang kreatif. Komponen yang terkahir adalah motivation yang dipengaruhi oleh seberapa besar individu tertarik pada suatu bidang. Individu akan lebih terpacu daya kreativitasnya ketika dirinya dimotivasi oleh kepuasan dan tantangan pribadinya untuk menyelesaikan tugas.
Selain faktor internal, ada pula beberapa faktor eksternal yang dapat menstimulasi munculnya kreativitas individu dalam sebuah organisasi. Salah satunya adalah kondisi lingkungan yang mendorong individu untuk mencapai tujuan (stimulate the setting of a goal). Artinya, organisasi memberikan orientasi yang jelas pada pekerjanya di awal tentang target apa yang ingin dituju oleh organisasi kedepannya. Kondisi lainnya yang juga akan membenwa pengaruh yang cukup signifikan dalam memunculkan kreativitas individu adalah dengan konflik dan tekanan yang menyudutkan individu. Dengan demikian individu akan merasa tertantang untuk menunjukkan performa terbaiknya.[9]
Dalam sekolah efektif, perhatian khusus diberikan kepada penciptaan dan pemeliharaan iklim yang kondusif untuk belajar. Iklim yang kondusif ditandai dengan terciptanya lingkungan belajar yang aman, tertib, dan nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan baik. Iklim adalah konsep sistem yang mencerminkan keseluruhan gaya hidup suatu organisasi. Apabila gaya hidup itu dapat ditingkatkan, kemungkinan besar tercapai peningkatan prestasi kerja. Pandangan ini mengindikasikan kualitas iklim yang memungkinkan meningkatnya prestasi kerja. Iklim tidak dapat dilihat dan disentuh, tetapi ia ada seperti udara dalam ruangan. Ia mengitari dan mempengaruhi segala hal yang terjadi dalam suatu organisasi. Iklim dapat mepengaruhi motivasi, prestasi, dan kepuasan kerja.
iklim sekolah dapat digolongkan menjadi enam kondisi yaitu: (1) iklim terbuka, (2) iklim bebas, (3) iklim terkontrol (4) iklim familier (kekeluargaan), (5) iklim parternal, dan (6) iklim tertutup. Selain itu, iklim sekolah yang kondusif mendo-rong setiap personil yang terlibat dalam organisasi sekolah untuk bertindak dan melakukan yang terbaik yang mengarah pada prestasi siswa yang tinggi.[10]
Menurut Siver dalam Komariah dan Triatna, iklim sosial suatu sekolah dibentuk oleh hubungan timbal balik antara perilaku pimpinan Sekolah dan perilaku guru sebagai suatu kelompok. Perilaku pimpinan sekolah dapat mempengaruhi interaksi interpersonal para guru. Dengan demikian dinamika kepemimpinan yang dilakukan pimpinan sekolah dengan kelompok (guru dan staf) dipandang sebagai kunci untuk memahami variasi iklim sekolah. Interaksi antara perilaku guru dan perilaku pimpinan sekolah akan menentukan iklim sekolah yang bagaimana yang akan terwujud, iklim sekolah yang baik dan kondusif bagi kegiatan pendidikan akan menghasilkan interaksi edukatif yang efektif sehingga upaya pencapaian tujuan pendidikan sekolah akan berjalan dengan baik.
Interaksi di dalam kelas, baik yang lisan maupun yang tertulis mutlak diperlukan dan akan memberikan dampak proses dan hasil belajar yang positif. Interaksi semacam ini harus selalu ditingkatkan, karena dapat memotivasi siswa agar mempunyai keberanian dan kegairahan untuk berinteraksi dengan guru. Kolb, et.al dalam Komariah dan Triatna, mencatat 11 dimensi iklim organisasi yang dapat diadaptasikan bagi iklim sekolah, yaitu :
1. Struktur tugas, perincian metode yang dipakai untuk melaksanakan tugas organisasi
2. Hubungan imbalan hukum, tingkat batas pemberian imbalan tambahan seperti promosi dan kenaikan gaji berdasarkan prestasi dan jasa, bukan pada pertimbangan lain seperti senioritas dan favoritisme.
3. Sentralisasi keputusan, batasan-batasan keputusan penting yang dipusatkan pada manajemen level atas
4.  Tekanan pada prestasi, keinginan pihak pekerja organisasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik dan memberikan sumbangan bagi sasaran kerja organisasi.
5. Tekanan pada latihan dan pengembangan, tingkat ketika organisasi berusaha meningkatkan prestasi individu melalui kesiapan latihan dan pengembangan yang cepat
6. Lingkungan sekolah yang memberikan keamanan, kenyamanan, kebersihan dan kelengkapan sarana prasarana.
7. Keterbukaan versus ketertutupan, tingkat ketika orang-orang lebih suka menutupi kesalahan mereka dan menampilkan diri secara baik dan bekerja sama.
8. Rasa kekeluargaan yang kuat antara civitas sekolah yaitu kepala sekolah, guru, karyawan, siswa dan orang tua.
9. Pengakuan dan umpan balik, tingkat seorang individu mengetahui apa pendapat atasan dan manajemen terhadap pekerjaannya serta tingkat dukungan mereka atas dirinya
10. Status dan semangat, perasaan umum diantara individu bahwa organisasi merupakan tempat kerja yang baik.
11. Kompetensi dan keluwesan organisasi secara umum, tingkat organisasi mengetahui apa tujuannya dan mengejarnya secara luwes dan kreatif. Termasuk juga batas organisasi mengantisipasi masalah, mengembangkan metode baru dan mengembangkan keterampilan baru pada pekerja.[11]
Beberapa indikator yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan  iklim sekolah yang kondusif dikemukakan berikut ini.
1. Penataan Lingkungan Fisik Sekolah
1)   Perawatan Fasilitas Fisik Sekolah
Salah satu ciri sekolah efektif adalah terciptanya budaya dan iklim sekolah yang menyenangkan sehingga siswa merasa aman, nyaman, dan tertib di dalam belajarnya. Hal ini ditandai dengan fasilitas-fasilitas fisik sekolah terawat dengan baik. Penampilan fisik sekolah selalu bersih, rapi, indah dan nyaman. Hal ini dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut antara lain:
a.  Pekarangan dan lingkungan sekolah yang tertata sedemikian rupa sehingga memberi kesan asri, teduh, dan nyaman, serta dimanfaatkan untuk menanam sayuran dan apotik hidup.
b.  Adanya pembiasaan-pembiasaan yang bernuansa moral dan akhlak yang mendorong meningkatnya kecerdasan spritual peserta didik, seperti: (1) berdoa sebelum pelajaran dimulai; (2) menumbuhkan iklim religius dengan membiasakan murid mengucapkan dan membalas salam setiap bertemu; (3) mengadakan pengajian secara rutin; (4) shalat berjamaah pada waktu shalat duhur; dan (5) terdapat juga sekolah yang mengadakan “kultum” setiap hari dan menugaskan siswa berceramah sekali seminggu.
2) Penataan Ruang Kelas
Kondisi kelas yang menyenangkan perlu diciptakan sehingga tercipta suasana yang mendorong siswa belajar. Penggunaan musik instrumentalia yang lembut dapat lebih menciptakan suasana menyenangkan dan memberi efek penenteraman emosi, baik pada saat siswa belajar di kelas maupun pada saat mereka melakukan berbagai aktivitas lainnya di luar kelas.
3) Penggunaan Sistem Kelas Berpindah (Moving-Class)
Moving-class adalah sistem pengelolaan aktivitas pembelajaran di mana kelas-kelas tertentu ditata khusus menjadi sentra pembelajaran bidang studi/mata pelajaran tertentu. Penggunaan sistem moving-class (kelas berpindah) merupakan alternatif yang dapat ditempuh untuk mengefektifkan penataan ruangan kelas sebagai sentra belajar.
Dalam sistem moving-class ini, ruang-ruang kelas tertentu dapat ditata khusus untuk mendukung pembelajaran mata pelajaran tertentu. Ada kelas sains, kelas bahasa, kelas matematika, kelas kesenian, dan sebagainya. Kelas-kelas ini ditata menjadi semacam home-room atau sentra belajar khusus. Meja, kursi, peralatan, media, pajangan, dan berbagai aspek yang ada di kelas diatur sedemikian rupa sesuai kebutuhan dan karaketeristik pembelajaran mata pelajaran tertentu.
4) Penggunaan Poster Afirmasi
Poster-poster afirmasi, yaitu poster yang berisi pesan-pesan positif digunakan dan dipajang di berbagai tempat strategis yang mudah dan dapat selalu dilihat oleh siswa. Poster afirmasi ini dapat digunakan untuk mensosialisasikan dan menanamkan pesan-pesan spiritual kepada siswa dan warga sekolah.
Pesan-pesan spiritual untuk poster afirmasi dapat berupa petikan ayat Al-Quran, hadist, pesan pujangga, atau puisi-puisi spiritual. Yang perlu diperhatikan, adalah pengadaan dan penempatan poster afirmasi ini jangan sampai terkesan berlebihan atau menjadi pesan sloganis belaka.
2. Penataan Lingkungan Sosial Sekolah
1) Penciptaan Keamanan di Lingkungan Sekolah
Sekolah yang efektif perlu memperhatikan keamanan sekitar. Sekolah terbebas dari gangguan keamanan baik dari dalam maupun dari luar sekolah. Untuk menjamin keamanan sekolah maka harus didukung adanya tata tertib sekolah yang menjadi acuan dari semua warga sekolah. Tata tertib sekolah dapat terlaksana dengan baik, apabila didukung oleh seluruh penyelenggara sekolah. Karena itu kepala sekolah, guru, dan staf harus menjadi model dan teladan untuk penegakan tata tertib dan disiplin.
2) Penciptaan Relasi Kekeluargaan dan Kebersamaan
Sekolah menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan antara kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, dan orangtua, sehingga satu sama lain saling berbagi dan memberi bantuan.. Iklim interaksi antar warga sekolah dibangun atas dasar prinsip ”I Thou Relationship” bukan hubungan yang bersifat ”I-it Relathionsip”.
Dalam hubungan dengan ciri ”I Thou Relationship”, setiap individu memandang dan memperlakukan individu lainnya sebagai subjek, pribadi yang patut dihargai, dihormati, dan memiliki kebutuhan dan kewenangan sendiri untuk menentukan keputusan dan pilihannya sendiri.
Hubungan kekeluargaan ini dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Orang tua siswa dilibatkan dalam berbagai kegiatan, seperti pembuatan tata tertib, mengontrol perkembangan belajar anaknya, penegakan kedisiplinan di sekolah, pertemuan berkala antara orangtua dan pihak sekolah, memberikan sumbangan dalam bentuk materi.
b. Prosedur untuk melibatkan orang tua disampaikan secara jelas. Orangtua siswa diberi kesempatan untuk mengunjungi sekolah guna mengobservasi program pendidikan. Orangtua dan masayarakat dilibatkan dalam pembuatan keputusan-keputusan strategis di sekolah.
c. Sekolah senantiasa menjalin hubungan yang baik dengan orangtua dan masyarakat melalui wadah Komite Sekolah. Keterlibatan komite sekolah secara nyata ditemukan pada semua sekolah dalam berbagai aspek dan kegiatan, seperti menjaga kebersihan lingkungan dan keamanan sekolah, pengadaan sarana sekolah, ikut serta memutuskan sanksi terhadap pelanggaran di sekolah, mendorong dunia usaha dan industri untuk berpartisipasi dalam pengembangan sekolah, dan memberdayakan orang tua siswa yang memiliki kemampuan finansil atau peran penting di lembaga pemerintah dan swasta dalam berbagai kegiatan sekolah,
d. Memaksimalkan buku penghubung sebagai alat pengontrol kemajuan siswa sekaligus wadah menjalin komunikasi dengan orang tua.
e.  Pelibatan tokoh masyarakat. Sebaliknya dalam hubungan yang dicirikan dengan ”I-it Relathionsip”, individu tertentu, katakanlah guru tertentu, memandang individu lain (katakanlah siswa) sebagai objek, perlu dituntun, tidak berhak untuk menyatakan kebutuhan dan kepentingannya, dan dapat diperlakukan sesuai kemauan dan determinasi sang guru. Ciri hubungan seperti ini akan mematikan kretivitas dan rasa percaya diri sisiwa, dan cenderung mengembangkan sikap asosial, bahkan anti sosial, pada diri siswa.
3. Penataan Personil Sekolah
1) Pemberian Ganjaran Positif bagi Karya Terbaik Siswa
Karya-karya cemerlang siswa dipajang di kelas atau ruang kepala sekolah dan diberi ganjaran positif. Ganjaran hendaknya diberikan sesegara mungkin dan diarahkan untuk memberi rasa kebanggaaan dan untuk mempertahankan motivasi siswa yang diberi ganjaran serta menstimulasi siswa lainnya untuk menghasilkan prestasi yang sama.
Ganjaran juga dibutuhkan untuk mempertahankan motivasi dan gairah berprestasi di kalangan siswa. Ganjaran akan efektif jika diberikan sesegara mungkin dan dilakukan secara konsisten pada setiap siswa yang menunjukkan prestasi.
2) Pengembangan Rasa Memiliki Terhadap Sekolah
Sekolah menciptakan rasa memiliki sehingga guru, staf administrasi dan siswa menunjukkan rasa bangga terhadap sekolahnya. Setiap warga sekolah merasa bertanggung jawab untuk menjaga kondusivitas lingkungan sekolah. Ini bisa dicapai, antara lain dengan memberi tanggung jawab pengelolaan dan perawatan wilayah tertentu kepada kelompok kelas atau ruang tertentu.
3) Pemberian Jaminan Atas Kemaslahatan Siswa
Kemaslahatan siswa merupakan kriteria penting yang digunakan dalam pembuatan keputusan tentang mereka. Setiap keputusan yang dibuat di sekolah hendaknya memperhatikan kebutuhan, kepentingan, dan kondisi khusus siswa. Keputusan yang dibuat hendaknya juga dapat memenuhi prinsip keadilan dan kesetaraan di kalangan siswa, termasuk keadilan dan kesetaraan gender, ras, etnis, kelas sosial, agama, kondisi fisik, ataupun varian-varian latar siswa lainnya.
4) Akseptabilitas Guru Terhadap Metode Pembelajaran Terbaru
Guru bersedia mengubah metode-metode mengajar, bila metode yang lebih baik diperkenalkan kepadanya. Berbagai metode dan strategi pembelajaran yang efektif telah ditawarkan dan disosialisasikan melalui berbagai media, seperti buku, internet, dan pelatihan. Penerapan berbagai metode dan strategi pembelajaran yang efektif dan telah teruji perlu menjadi bagian yang mencoraki iklim pembelajaran di sekolah. Dengan demikian, guru perlu mengadopsi dan mencoba menerapkan berbagai metode dan strategi pembelajaran tersebut untuk lebih mengefektifkan proses pembelajarannya.
5) Harapan yang Tinggi Untuk Berprestasi
Karakteristik ini pada umumnya ditemukan dalam sekolah efektif. Penelitian Moedjiarto (1990) dan Witte dan Walsh (1990) mengungkapkan adanya hubungan yang signifikan antara harapan yang tinggi untuk berprestasi dan prestasi akademik siswa. Karakteristik ini berkenaan dengan penciptaan etos positif yang dapat mendorong siswa berprestasi.
         Hal ini sejalan dengan teori motivasi-iklim baik dari Herzberg (Hersey dan Blanchard, 1992). Dijelaskan bahwa faktor-faktor motivasi-iklim baik, yaitu: (1) pekerjaan itu sendiri, yang meliputi: (a) prestasi; (b) pengakuan akan keberhasilan; (c) pekerjaan yang menantang; (d) meningkatnya tanggung jawab; (e) pertumbuhan dan perkembangan.Lingkungan, terdiri dari: (a) kebijaksanaan dan administrasi; (b) supervisi; (c) kondiisi kerja; (d) hubungan antar pribadi; (e) penghargaan, status, dan keamanan
.Menurut Mortimore (1993), harapan yang tinggi yang ditransmisikan ke dalam kelas berperan dalam meningkatkan ekspektasi diri siswa terutama berkenan dengan peningkatan prestasi akademik mereka. Adapun Murphy (1985) seperti dikutip oleh Wayson, dkk. (1988) mengungkapkan bahwa harapan dan standar untuk berprestasi yang tinggi juga perlu bagi para staf sekolah yang ditandai dengan adanya: (1) keyakinan bahwa semua siswa dapat belajar, (2) tanggung jawab bagi pembelajaran siswa, (3) harapan yang tinggi akan pekerjaan yang berkualitas tinggi, (4) persyaratan promosi dan penjenjang-an, dan (5) pemberian perhatian pribadi kepada siswa perorangan.
4. Penataan Lingkungan Kerja Sekolah
Di antara bentuk penataan lingkungan kerja sekolah ialah pengaturan jadwal acara dan aktivitas sekolah. Semua aktivitas di sekolah harus dijadwalkan secara baik, agar kegiatan proses belajar-mengajar tidak terganggu. Sehubungan dengan itu, maka seluruh kegiatan non-teaching yang bersifat regular dan yang bersifat insidental perlu diidentifikasi. Aktivitas bersifat regular dan dilaku¬kan setiap semester/tahun di sekolah, misalnya: acara perpisahan sekolah, kegiatan OSIS, porseni, peringatan hari-hari besar, PMR, sebaiknya dijadwal dan disesuaikan dengan kalender pembelajaran agar jadwal proses belajar-mengajar dan implemantasi kurikulum tidak terganggu. Aktivitas yang bersifat insidental dan tidak terjadwal dalam program semester/tahunan, misalnya: penyuluhan tentang anti narkoba, mading, karya tulis remaja, dan lain-lain sedapat mungkin dilaksanakan pada waktu-waktu yang tidak mengganggu aktivitas proses belajar-mengajar.
Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa semua aktivitas sekolah harus dijadwalkan sehingga kegiatan yang dilaksanakan di sekolah maupun di dalam kelas dapat berjalan lancar. Atau dengan kata lain semua kegiatan baik kegiatan kurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler, hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga tidak saling tumpang tindih.
Pertemuan antara kepala sekolah dengan berbagai pihak, seperti komite sekolah, guru, siswa, sebagai wahana saling mengkomunikasikan ide, rencana, program, dan kegiatan sebaiknya ditata secara baik sehingga tidak saling mengganggu.[12]
G. Penutup
Dari hasil paparan di atas, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Organisasi adalah suatu sistem yang saling mempengaruhi antar orang dalam kelompok yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Terdapat faktor yang dapat menimbulkan organisasi, yaitu orang-orang, kerjasama, dan tujuan tertentu.
2. Iklim organisasi merupakan keadaan mengenai karakteristik yang terjadi di lingkungan kerja yang dianggap mempengaruhi perilaku orang-orang yang berada dalam lingkungan organisasi tersebut.
3. Strategi menciptakan iklim sekolah yang kondusif diantaranya dengan harmonisasi hubungan timbal balik antara perilaku pimpinan Sekolah dan perilaku guru sebagai suatu kelompok. Perilaku pimpinan sekolah dapat mempengaruhi interaksi interpersonal para guru. Dengan demikian dinamika kepemimpinan yang dilakukan pimpinan sekolah dengan kelompok (guru dan staf) dipandang sebagai kunci untuk memahami variasi iklim sekolah. Interaksi antara perilaku guru dan perilaku pimpinan sekolah akan menentukan iklim sekolah yang bagaimana yang akan terwujud, iklim sekolah yang baik dan kondusif bagi kegiatan pendidikan akan menghasilkan interaksi edukatif yang efektif sehingga upaya pencapaian tujuan pendidikan sekolah akan berjalan dengan baik.

 










DAFTAR  PUSTAKA

entis sutisna, http://gurutisna.wordpress.com/2009/03/05/iklim-organisasi , Hari Ahad 10 Oktober 2010.


http://www.bambangtrie.com/?p=6. Hari Ahad 10 okt 2010.


Sagala, Syaiful, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Cet ke-3, Bandung : Alfabeta, 2006.

Wahab, Abdul Aziz, Anatomi Organisasi Dan Kepemimpinan Pendidikan, “Telaah Terhadap Oraganisasi Dan Pengelolaan Organisasi Pendidikan”, Bandung, Alfabeta, 2006




[2] By entis sutisna, http://gurutisna.wordpress.com/2009/03/05/iklim-organisasi , Ahad 10 okt 2010
[4] Abdul Aziz Wahab, Anatomi Organisasi Dan Kepemimpinan Pendidikan, “Telaah Terhadap Oraganisasi Dan Pengelolaan Organisasi Pendidikan”, Bandung, Alfabeta, 2006

[5] By entis sutisna, http://gurutisna.wordpress.com/2009/03/05/iklim-organisasi , Ahad 10 okt 2010

[7] By entis sutisna, http://gurutisna.wordpress.com/2009/03/05/iklim-organisasi , Ahad 10 okt 2010

[12] http://www.khusnuridlo.net/2010/06/iklim-budaya-sekolah.html